Thursday, July 31, 2014

Ayahku.

Halo!

Sama seperti malam-malam sebelumnya, kantuk tak kunjung datang dan otakkupun mulai berfikir macam-macam.
Karena aku tidak tahu harus menceritakan ini kepada siapa, yah, ada baiknya kutulis di jurnal onlineku.

Malam ini aku berfikir tentang Ayahku. Khususnya adalah bagaimana caranya aku dapaat membahagiakan dirinya, yang sudah berumur lebih dari setengah abad.

Ayahku bukanlah seorang yang sempurna, dia mempunyai banyak sekali kekurangan. Terlebihnya pada mendengarkan nasihat orang lain.
Ada saat dimana aku ingin memarahinya, dan mengutarakan pendapatku. Namun, disaat yang sama pula aku tidak tega melihat raut muka seorang yang kusayang, ketika kubentak atau ketika Ia akan menjadi murka kar'naku.
Tak jarang pula diriku menangis sendiri di kamar, hanya karena aku tidak bisa meluapkan amarahku padanya. Aku tidak bisa, dan tentunya tidak tega.
Tentu, aku ingin Ia menjadi manusia yang lebih baik, dan bisa terus bersamaku, menjagaku selalu seperti bayi kecilnya.
Namun kunjung aku beranjak dewasa aku menyadari bahwa akulah yang harus berubah, dan menerima apa adanya Ia. Karena Ia pun, telah menerimaku apa adanya.
Aku tak menyangka hampir 18 tahun akan kuhabiskan hidupku bersamaNya.
Banyak sekali yang telah Ia lakukan untuk diriku, dan aku tak bisa membayar semua itu.
Pengalaman-pengalaman hidup yang Ia telah ceritakan padaku, apalagi ke-garing-annya ketika Ia bercerita menjadi tanda bahwa ia masih menikmati hidup ini.
Kadang aku sedih, melihat Ia selalu berangkat pagi-pagi, pulang sore, hanya untuk membekali hidup keluarga kami.
Ia pun makan tidak teratur, dan selalu berkata Ia sudah makan ketika aku menawarinya makanan yang Ia belikan untukku.
Dan sekarang, ketika aku menuliskan postingan ini, Ia sedang duduk di ruang tamu, memakan indomie goreng yang mungkin telah Ia lahap sampai habis.
Kadang aku tak habis pikir, bagaimana Ia rela berkorban untukku dan keluarga.
Daripada bekerja dari pagi sampai sore, dan sepertinya menurutku agak membosankan, dia bisa pergi melihat dunia.
Daripada memakan indomie tengah malam begini, Ia bisa memakan makanan sehat atau memakan makanan lezat di restoran terkenal.
Kadang aku sedih, karena apa yang kulihat dari mataku adalah seorang lelaki separuh baya yang gemar menghisap rokok dan bermain dengan handphonenya, tanpa menikmati hidupnya.
Namun, sepertinya setelah kupikir lagi, mungkin seperti itulah Ia menikmati hidupnya ini.
Diriku yang sekarang, sedang berfikir bagaimana caranya agar aku dapat selalu melihatnya tersenyum, terlebih karena diriku.
Aku ingin sekali menjadi alasan Ia mematikan putung rokoknya.
Aku ingin menjadi anak yang dapat membuatnya bangga padaku, terlebih bahagia akan ku.
Diriku yang sekarang sedang berjuang, mungkin baru benar-benar memulai perjuangan untuk melakukan semua itu.
Sepertinya terdengar naif, dan aneh.
Seorang anak yang akan berumur 18 tahun meng-galau-kan Ayahnya jam 3 subuh.
Ya, pikiranku ketika jam-jam segini sangat teramat berbeda dengan diriku ketika matahari masih menyinari jalanan di kota.
Cukup seram, dan kadang aku berfikir tentunya untuk tidur lebih cepat agar aku tidak terjebak dengan fikiran yang membuatku tidak dapat tidur ini.
Ya, aku menulis semua ini, hanya untuk mengutarakan fikiran dan hatiku, agar aku bisa tidur hari ini.

hahahaha. sepertinya aku sudah lega dan sudah dapat tidur,
dan ya, setelah Kau melihat tulisan ini, Kau dapat memprediksi bahwa diriku bukanlah penulis yang dapat berstruktur dengan baik, bahkan tulisanku terlihat acak-acakan, dan mungkin Kau tak dapat mengerti inti-inti dari setiap kata yang ku tulis disini.
Namun tidak apa-apa, aku sudah cukup bersyukur Kau mau membaca tulisanku sampai kalimat ini.

oh,
Ayah, diriku akan selalu mencintaiMu.

Whitney.

No comments:

Post a Comment